CARI

Monday, August 15, 2011

ASKEP/ASUHAN KEPERAWATAN ISPA

A.    Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah radang akut saluran pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus, maupun reketsia tanpa atau disertai dengan radang parenkim paru. (Wijayaningsih, 2013, hal. 1). ISPA: saluran penyakit pernafasan atas dengan perhatian khusus pada ragdang paru ( pneumonia). Penyakit ISPA terdiri: bukan pneumonia, pneumonia dan pneumonia berat. (Kunoli, 2012, hal. 217). ISPA adalah masuknya mikroorgamisme (bakteri, virus, riketsia) ke dalamsaluran pernafasan yang menimbulkan gejala penyakit yang dapat berlangsungsampai 14 hari.
B.     Etiologi
Etiologi ISPA terdiri dari:
1.      Bakteri: streptococcus pneumonia adalah anggota dari genus streptococcus yang gram positif menyebabkan gejala utama pneumonia. (peradangan pada dinding alveolus , pneumococcus merupakan bakteri yang sering kali mengancam anak-anak penyebarannya melalui percikan air liur (Manurung, 2016, hal. 25)
2.      Virus: coronavirus merupakan mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit ISPA dan penyebarannya coronavirus bisa dialihkan lewat udara pada enderita batuk ataupun bersin. Influenza merupakan virus yang amat menular menyababkan timbulnya flu penyebarannya lewat udara dengan batuk dan bersin, adenovirus( sekelompok virus yang menginfeksi selaput dari saluran pernafasan (Wijayaningsih, 2013, hal. 2)
3.      Biasanya bakteri dan virus tersebut menyerang anak-anak usia dibawah 2 tahun yang kekebalan tubuhnya lemah atau belum sempurna. Peralihan musim kemarau ke musim hujan juga menimbulkan resiko serangan ISPA.
4.      Beberapa faktor lain diperkirakan berkontribuksi terhadap kejadian ISPA adalah rendahnya asupan antioksidan, status gizi kurang, buruknya sanitasi lingkungan.(Wijayaningsih, 2013, hal. 2)
C.    Tanda dan Gejala
1.      Demam : sering tampak sebagai tanda infeksi pertama. Paling sering terjadi pada usia 6 bulan – 3 tahun dengan suhu mencapai 39,5-40,5ºC bahkan dengan infeksi ringan. Mungkin malas dan peka rangsang atau terkadang euforia (perasaan senang berlebihan) dan lebih aktif dari normal, beberapa anak bicara dengan cepat kecepatan yang tidak biasa.(Wijayaningsih, 2013, hal. 3)
2.      Anoreksia : merupakan hal yang umum disertai dengan penyakit masa kanak-kanak sering kali merupakan bukti awal dari penyakit. Menetap sampai derajat yang lebih besar atau lebih sedikit melalui tahap demam dari penyakit. (Wijayaningsih, 2013, hal. 3)
3.      Muntah : merupakan suatu reflek yang tidak dapat dikontrol untuk mengeluarkan isi lambung dengan paksa melalui mulut. Biasanya anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit yang merupakan petunjuk untuk awitan infeksi.(Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 67)
4.      Batuk : merupakan gambaran umum dari penyakit pernapasan. Dapat menjadi bukti hanya selama fase akut. (Wijayaningsih, 2013, hal. 4)
5.      Sakit tenggorokan : merupakan keluhan yang sering terjadi pada anak yang lebih besar. Ditandai dengan anak akan menolak untuk minum dan makan per oral. (Wijayaningsih, 2013, hal. 4)
6.      Keluar sekret cair dan jernih dari hidung, sering menyertai infeksi pernapasan. Mungkin encer dan sedikit atau kental dan purulen, tergantung pada tipe atau tahap infeksi.(Kunoli, 2012, hal. 1-2)
D.    Patofisiologi
Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar, bibit penyakit masuk kedalam tubuh melalui pernapasan, oleh karena itu maka penyakit ISPA ini termasuk golongan Air Borne Disease. Sebagian besar penularan melalui udara dapat pula menular melalui kontak langsung, namun tidak jarang penyakit yang sebagian besar penularannya adalah karena menghisap udara yang mengandung unsur penyebab atau mikroorganisme penyebab. Saluran pernapasan atas (akut) secara langsung terpajang lingkungan namun infeksi relatif jarang terjadi berkembang menjadi infeksi saluran pernapasan bawah yang mengenai bronkus dan aveoli. Silia bergerak dengan retmis untuk mendorong mokus dan semua mikroorganisme yang terperangkap didalam mokus, keatas nasofaring tempat mokus tersebut dapat dikeluarkan melalui hidung lalu ditelan.
Apabila dapat lolos dari mekanisme pertahanan tersebut ke saluran pernapasan atas maka mikroorganisme akan dihadang oleh lapisan pertahanan yang ke tiga (sistem imun) untuk mencegah mikroorganisme tersebut sampai disaluran napas bawah. Respon ini diperantarai oleh limfosit, tetapi juga melibatkan sel-sel darah putih lainnya, misalnya makrofak, niotrofil, dan sel mast yang tertarik ke daerah tempat proses peradangan berlangsung. (Marni, 2014, hal. 26)
E.     Klasifikasi
(Wijayaningsih, 2013, hal. 5)
1.      Ringan
Batuk tanpa pernafasan cepat atau kurang dari 40 kali per menit, hidung tersumbat atau berair, tenggorokan merah, telinga berair.
2.      Sedang
Batuk dan nafas cepat tanpa stridor, gendang telinga merah, dari telinga keluar cairan kurang dari 2 minggu. Faringitis, purulen dengan pembesaran kelenjar limfe leher yang nyeri tekan ( adentis sevikal ).
3.      Berat
Batuk dengan nafas cepat dan stridor, membran keabuan bifaring, kejang-kejang, apnea, dehidrasi berat /tidur terus, tidak ada sianosis.
4.      Sangat berat
Batuk dengan nafas cepat, stridor dan sianosis serta tidak dapat minum.
F.     Komplikasi
ISPA (Saluran Pernafasan Akut) sebenarnya merupakan self limited disease yang sembuh sendiri dalam 5-6 hari jika tidak terjadi invasi kuman lain, tetapi penyakit ISPA yang tidak mendapatkan pengobatan dan perawatan yang baik dapat menimbulkan penyakit seperti:
  1. Laringitis : peradangan pada laring (pangkal tenggorokan). Laring terletak dipuncak saluran udara yang menuju ke paru-paru. Disebabkan oleh saluran pernapasan bagian atas.
  2. Bronkitis : suatu peradangan yang terjadi pada bronkus (saluran udara ke paru-paru yang disebabkan oleh virus dan bakteri). ,
  3. Sinusitis  : suatu peradangan pada sinus yang terjadi karena alergi atau infeksi virus pada saluran pernapasan bagian atas (misalnya pilek). (Wahid, 2013, hal. 190)


Konsep Asuhan Keperawatan

Pengkajian
  1. Identitas
Umur : ISPA bisa menyerang siapa saja termasuk seseorang yang mengalami kelainan sistem kekebalan tubuh, juga pada seorang lanjut usia dikarenakan kekebalan tubuh menurun dan juga memiliki resiko pada balita dan anak-anak, dikarenakan sistem kekebalan tubuh mereka belum terbentuk sepenuhnya. (Wahid, 2013, hal. 194)
Jenis kelamin   : bisa menyerang laki laki atau perempuan (Wahid, 2013, hal. 194)
  1. Status kesehatan saat ini
  2. Keluhan Utama
Keluhan pada klien biasanya ditandai dengan gejala antar lain Demam dan pilek  akibat infeksi pertama dan peradangan pada tenggorokan. (Wahid, 2013, hal. 194)
  1. Alasan masuk rumah sakit
Pasien masuk rumah sakit dikarenakan keluhan muncul mengeluh demam, batuk, pilek dan sakit tenggorokan (Wahid, 2013, hal. 194)
  1. Riwayat penyakit sekarang
Pada klien penyakit ISPA keluhan yang ada adalah Demam, batuk, pilek, muntah dan anoreksia. (Wahid, 2013, hal. 194)
  1. Riwayat Kesehatan Terdahulu
  2. Riwayat penyakit sebelumnya
Perawat menanyakan tentang penyakit yang dialaminya sebelumnya terutama yang mendukung atau yang memperberat kondisi sistem pernapasan pada klien saat ini, pernahkah klien menderita Asma, pneumonia dan sebagainya. (Wahid, 2013, hal. 195)
  1. Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keturunan anggota keluarga yang pernah mengalami sakit seperti penyakit klien. Salah satu anggota keluarganya menderita penyakit asma. (Wahid, 2013, hal. 195)
  1. Riwayat pengobatan
Perawat perlu mengklarifikasi pengobatan masa lalu dan riwayat alergi, catat adanya efek samping yang terjadi dimasa lalu. Klien minum jeruk nipis dan kecap saat mengalami batuk dan sakit tenggorokan. (Wahid, 2013, hal. 195)
  1. Pemeriksaan fisik
  2. Keadaan Umum
  3. Kesadaran
Kesadaran (Biasanya pada penderita ISPA tingkat kesadaranya adalah composmentis, tetapi jika keadaan pasien sudah parah maka tingkat kesadarannya bisa Somnolen.) (Wijayaningsih, 2013, hal. 4)
  1. Tanda- tanda vital
TD     : pada pasien ISPA tensi meningkat
Suhu  : suhu meningkat 39-40ºC
RR     :pernapasan meningkat
Nadi  : nadi teraba cepat (Wijayaningsih, 2013, hal. 4)
  1. Body System
  2. Sistem pernafasan
(Wijayaningsih, 2013, hal. 5)
  1. Infeksi
  2. Membran mukosa hidung faring tampak kemerahan.
  3. Tonsil tampak kemerahan dan edema.
  4. Tampak batuk tidak produktif.
  5. Tidak ada jaringan parut pada leher.
  6. Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan cuping hidung.
  7. Palpasi
  8. Adanya demam.
  9. Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan pada nodus limfe servikalis.
  10. Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid.
  11. Perkusi
  12. Suara paru normal (resonance).
  13. Auskultasi
  14. Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru.


  1. Sistem kardiovaskuler
(Wahid, 2013, hal. 195-196)
  1. Inspeksi
  2. Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum
  3. Palpasi
  4. Denyut nadi cepat
  5. Perkusi
  6. Batas jantung mengalami pengeseran
  7. Auskultasi
  8. Tekanan darah meningkat (Wahid, 2013, hal. 195-196)
  9. Sistem persyarafan
Klien mengalami gejala panas disertai juga tanda dan gejala seperti pilek, sakit tenggorokan, demam. (Wahid, 2013, hal. 196)
  1. Sistem perkemihan
Jarang ditemukan gejala pada sistem perkemihan (Wahid, 2013, hal. 196)
  1. Sistem pencernaan
Pada sistem pencernaan klien mengalami nyeri tekan pada tenggorokan, nyeri perut, penurunan nafsu makan. (Wahid, 2013, hal. 196)
  1. Sistem integumen
Mengkaji warna kulit integritas kulit utuh atau tidak, turgor kulit kelihatan kering, panas dan nyeri saat ditekan.
  1. Sistem muskuloskeletal
Tidak ada kelainan didalam sistem ini kecuali ada komplikasi penyakit lain  (Wahid, 2013, hal. 196)
  1. Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan kecuali ada komplikasi. (Wahid, 2013, hal. 196)
  1. Sistem reproduksi
Tidak ada kelainan pada bentuk alat kelamin laki-laki maupun perempuan. (Wahid, 2013, hal. 196)
  1. Sistem penginderaan
Pada sistem pengindraan bagian konjungtiva, sklera normal dan pupil dapat menangkap cahaya dengan baik. (Marni, 2014, hal. 26)
  1. Sistem imun
Biasanya gejala terjadi saat kekebalan tubuh menurun. (Wahid, 2013, hal. 194)
  1. Pemeriksaan penunjang
  2. Kultur : pemeriksaan kultur untuk mengidentifikasi mikroganisme yang menyebabkan infeksi klinis pada sistem pernafasan.
  3. Uji fungsi pulmonal : pemeriksaan fungsi pulmonal untuk mendapatkan data tentang pengukuran volume paru, mekanisme pernafasan dan kemampuan difusi paru.
  4. Biopsi :pengambilan bahan spesimen jaringan untuk bahan pemeriksaan.
  5. Pemeriksaan gas darah arteri : pemeriksaan untuk memberikan data objektif tentang oksigenasi darah arteri, pertukaran gas, ventilasi alveolar dan keseimbangan asam basa.
  6. Radiologi dada: untuk mendeteksi penyakit paru antara lain: TB, PNEUMONIA, ABSES PARU dll
Pemeriksaan sputum : untuk mengidentifikasi organisme patogenik dan untuk menentukan apakah terdapat sel-sel maligna atau tidak. (Kunoli, 2012, hal. 219-220)
  1. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kasus yang benar merupakan strategi untuk mencapat 2 dari 3 tujuana program turunya kematian atau penggunaan anti biotik dan obat batuk yang kurang tepat pada pengobatan penyakit ISPA.
Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi pengunaan antibiotik untuk kasus kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi pengunaan obat batuk yang kurang bermanfaat.
  1. Ringan : tampa pemberian obat antibiotik, diberikan perawatan dirumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol.
  2. Sedang : ISPA yang sedang diberikan obat kotrimoksazol peroral. Jika keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksilin, atau penisilin prokain.
  3. Berat : dirawat dirumah sakit dan diberikan anti biotik parenteral, oksigen dan sebagainnya.(Kunoli, 2012, hal. 220)
  4. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang bisa muncul dari pasien ISPA adalah sebagai berikut :
Diagnosa I
  1. Bersihan jalan nafas tidak efektif .(SDKI, 2016)
Definisi: ketidak mampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan nafas untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten.
  1. Batasan karateristik
Subjektif: dispnea, sulit berbicara,ortopnea
Objektif:. Batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih, mengi, whezing dan ronkhi kering, mekonium dijalan napas, gelisah, sianosis, bunyi nafas menurun,frekuensi nafas berubah dan pola nafas berubah.
  1. Faktor yang berhubungan
Lingkungan: merokok, menghirup asap rokok, dan perokok pasif.
Obstruktif jalan nafas: spasme jalan nafas, retensi sekret, adanya jalan nafas buatan, terdapat benda asing.
Fisiologis: disfungsi neuromuskulor, hiperplasia dinding bronkial, PPOK, infeksi, asma, jalan nafas alergik( trauma ).
Diagnosa II
  1. Peningkatan suhu tubuh(SDKI, 2016, hal. 284)
Definisi : resiko tehadap kegagalan untuk mempelihara suhu tubuh dalam batas normal.
  1. Batasan karateristik
Subjektif : tidak tersedia
Objektif : perubahan laju metabolisme, dehidrasi, kulit merah, kejang, takikardi, takipnea, kulit terasa hangat.
  1. Faktor yang berhubungan
Proses infeksi hiperteroid, stroke , dehidrasi, trauma, dan prematuritas.



Diagnosa III
  1. Nutrisi kurang dari kebutuhan
Definisi: asupan nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
  1. Batasan karakteristik
Subjektif: kram abdomen, nyeri abdomen (dengan atau tanpa penyakit), menolak makan, indigesti (non-NANDA Internasional),
Objektif: pembuluh kapiler rapuh, diare atau steator, kekurangan makanan, kehilangan rambut yang berlebihan, bising usus hiperaktif, kurang informasi,membran mukosa pucat, tonus otot memburuk, menolak untuk makan dan rongga mulut terluka.
  1. Faktor yang berhubungan
Ketidakmampuan untuk menelan atau mencerna makanan atau mennyerap nutrian akibat faktor biologis, psikologis, atau ekonomi termasuk beberapa contoh:  ketergantungan zat kimia, penyakit kronik, kesulitan mengunyah atau menelan, faktor ekonomi, intoleransi makanan, mual muntah dan hilang nafsu makan.
Diagnosa IV
  1. Nyeri akut (SDKI, 2016, hal. 172)
Definisi: Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
  1. Batasan karakteristik
Subjektif: mengeluh nyeri
Objektif: tampak meringis, bersikap protektif, gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur, TD meningkat, nafsu makan berubah dan berfokus pada diri sendiri.
  1. Faktor yang berhubungan
Agents-agents, sindrom koroner akut, infeksi penyebab cidera( misalnya biologis,kimia,fisik, dan psikologis)
  1. Intervensi
  2. Bersihan jalan nafas tidak efektif (Wilkinson, 2016, hal. 25-26)
  3. Tujuan dan kriteria hasil: Menunjukan bersihan jalan napas yang efektif, yang dibuktikan oleh pencegahan aspirasi: status pernafasan: kepatenan jalan nafas dan ventilasi tidak terganggu.Menunjukan status pernafasan : kepatenan jalan nafas yang dibuktikan oleh indikator gangguan ekstrem 1-5 berat, sedang, ringan, atau tidak ada gangguan frekuensi dan irama pernapasan, kedalaman inspirasi, dan kemampuan untuk membersihkan sekresi.Contoh lain: batuk efektif, mengeluarkan sekret secara efektif, mempunyai jalan nafas yang paten, pada pemeriksaan auskultasi, memiliki suara nafas yang jernih, mempunyai irama dan frekuensi pernapasan dalam rentang normal, mempunyai fungsi paru dalam batas normal.
  4. Intervensi NIC
Aktivitas keperawatan (Wilkinson, 2016, hal. 27)
  1. kaji dan dokumentasikan hal- hal berikut ini: keefektiffan pemberian oksigen dan terapi lain, keefektiffan obat yang diprogramkan, hasil oksimetri nadi.
  2. Auskultasi bagian dada anterior dan posterior untuk mengetahui penurunan atau ketiadaan ventilasi dan adanya suara nafas tambahan.
  3. Pengisapan jalan nafas (NIC): tentukan kebutuhan pengisapan oral atau trakea pantau status oksigen pasien dan irama jantung segera sebelum, selama, dan setelah pengisapan catat jenis dan jumlah sekret yang dikumpulkan.
Penyuluhan untuk pasien/keluarga (Wilkinson, 2016, hal. 27)
  1. Jelaskan penggunaan yang benar peralatan pendukung (mis: oksigen, mesin pengisapan, spirometer, inhaler, dan IPPB)
  2. Informasikan pada pasien dan keluarga tentan larangan merokok.
  3. Instruksikan kepada pasien tentang batuk dan tehnik nafas dalam memudahkan pengeluaran sekret.
  4. Ajarkan pasien dan keluarga tentang sputum seperti warna, karakter, jumlah dan bau.
  5. Pengisapan jalan nafas (NIC ): instruksikan kepada pasien dan atau keluarga tentang cara pengisapan jalan nafas.
Aktivitas kolaboratif (Wilkinson, 2016, hal. 26)
  1. Rundingkan dengan ahli pernafasan.
  2. Konsultasikan dengan dokter.
  3. Berikan udara / oksigen sesuai kebijakan institusi.
  4. Lakukan terapi alat bantu aerosol, nebulizer, ultrasonik dan perawatan paru.
  5. Beri tahu dokter tentang hasil gas darah yang abnormal
Aktivitas lain (Wilkinson, 2016, hal. 27)
  1. Anjurkan aktivitas fisik untuk memfasilitasi pengeluaran sekret.
  2. Anjurkan penggunaan spirometer intensif (smith sims, 2011).
  3. Jika pasien tidak mampu ambulasi, pindakan pasien dari satu sisi tempat tidur ke sisi tempat tidur yang lain kurang lebih 2 kali sehari).
  4. Informasikan pasien sebelum melakukan prosedur.
  5. Berikan pasien dukungan emosi. .
  6. Peningkatan suhu tubuh
  7. Tujuan dan kriteria hasil : NOC(Wilkinson, 2016, hal. 47)
Menunjukkan Termoregulasi, dibuktikan oleh indikator sebagai berikut: (gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak mengalami gangguan) peningkatan suhu tubuh, penurunan suhu tubuh, hipertermia, hipotermia.
  1. Intervensi NIC
Aktivitas Keperawatan (Wilkinson, 2016, hal. 47)
  1. Pada umumnya, tindakan keperawatan untuk diagnosis ini berfokus pada pencegahan ketidakseimbangan suhu tubuh dengan mengidentifikasi faktor resiko dan melakukan intervensi secara tepat.
  2. Kaji tanda dan gejala awal hipotermia (SEPERTI MENGIGIL, pucat, bagian dasar kuku sianosisi, pengisian ualang kapiler lambat, piloereksi, disritmia) dan hipertermia.
  3. Untuk orang dewasa, lakukan pemeriksaan suhu oral (bukan timpanik atau aksila), suhu oral lebih akurat
  4. Regulasi suhu (NIC) pantau dan laorkan tanda atau gejala hipotermia.
Penyuluhan untuk pasien/keluarga (Wilkinson, 2016, hal. 47)
  1. Instrukikan pasien dan keluarga tentang tindakan untuk meminimalkan fluktuasi suhu:
Untuk hipertermia
Minum cairan yang cukup di hari/cuaca panas, batasi aktivitas pada hari yang panas, kurangi berat badan, jika obesitas pertahankan suhu lingkungan yang stabil, lepaskan baju yang berlebihan.
Untuk hipotermia
Mandi pada ruang yang hangat, jauh dari aliran udara, tingkatkan aktivitas, batasi alkohol, pertahankan nutrisi yang adekuat, pelihara suhu lingkungan yang stabil, gunakan pakaian yang cukup.
  1. Instruksikan pasien dan keluarga untuk mengenali dan melaporkan tanda dan gejala awal hipotermia dan hipertermia: Untuk Hipertermia: kulit kering, sakit kepala, peningkatan nadi, peningkatan suhu, iritabilitas, suhu diatas 37,8ºC, dan kelemahan.
Untuk Hipotermia: Apatis, dingin, abdomen keras yang terasa sperti batu, disorientasi dan konfusi, mengantuk, hipertensi, hipoglikemia, kerusakan kemampuan untuk berfikir, nadi dan pernapasan lambat, kulit keras dan dingin saat disentuh, suhu kurang dari 35ºC.
Aktivitas Kolaboratif (Wilkinson, 2016, hal. 48)
  1. Laporkan kepada dokter jika hidrasi adekuat tidak dapat dipertahankan.
  2. Lakukan perujukan ke lembaga sosial untuk layanan (misalnya: kipas angin, pemanas) yang diperlukan di rumah.
  3. Regulasi Suhu (NIC): berikan obat antipiretik, jika perlu.
Aktifitas Lain (Wilkinson, 2016, hal. 48)
  1. Regulasi Suhu (NIC): Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan pasien.
  2. Nutrisi kurang dari kebutuhan
  • Tujuan atau kriteria hasil(Wilkinson, 2016, hal. 284)
Memperlihatkan status nutrisi yang dibuktikan oleh indikator 1-5: gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak ada penyimpangan dari rentang normalAsupan gizi,asupan makanan, asupan cairan,energi.
  • Intervensi NIC
Aktivitas keperawatan (Wilkinson, 2016, hal. 284)
  1. Kaji tentukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan makan.
  2. Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
  3. Pantau nilai laboratorium, khususnya transferin, albumin, dan elektrolit.
  4. Manajemen nutrisi NIC
Ketahui makanan kesukaan pasien
Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan Timbang pasien pada interval yang tepat.
Penyuluhan untuk pasien atau keluarga (Wilkinson, 2016, hal. 284)
  1. Ajarkan metode untuk perencanaan makan
  2. Ajarkan pasien atau keluarga tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal.
  3. Manajemen nutrisi (NIC) berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya.
Aktivitas kolaboratif (Wilkinson, 2016, hal. 285)
  1. Diskusikan dengan ahli gizi
  2. Diskusikan dengan dokter
  3. Rujuk kedokter untuk menentukan penyebab gangguan nutrisi
  4. Rujuk ke program gizi di komunitas yang tepat.
  5. Manajemen nutrisi ( NIC ): tentukan, dengan melakukan kolaborasi bersama ahli gizi, jika diperlukan, jumlah kalori dan jenis zat gizi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ( khususnya untuk pasien dengan kebutuhan energi tinggi seperti pasien pascabedah dan luka bakar, trauma, demam, dan luka).
Aktivitas lain (Wilkinson, 2016, hal. 285)
  1. Buat perencanaan makan dengan pasien yang masuk dalam jadwal makanan, lingkungan makanan,kesukaan dan ketidaksukaan makanan, serta suhu makanan.
  2. Bantu pasien menulis tujuan mingguan yang realitis untuk latihan fisik dan asupan makanan.
  3. Anjurkan pasien untuk menampilkan tujuan makan dan latihan fisik dilokasi terlihat jelas dan kaji ulang setiap harinya.
  4. Tawarkan porsi besar di siang hari ketika nafsu makan tinggi.
  5. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk dimakan.
  6. Hindari prosedur invasif sebelum makan
  7. Suapin pasien jika perlu

  1. Nyeri akut
  • Tujuan /kriteria hasil (Wilkinson, 2016, hal. 297)
Memperlihatkan pengendalian nyeri, yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut  1-5 tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering atau selalu. Mengenali awitan nyeri,menggunakan tindakan pencegahan, melaporkan nyeri dapat dikendalikan .Ekspresi nyeri pada wajah, gelisah atau ketegangan otot, durasi episode nyeri,merintih  dan gelisah, menangis.
  • Intervensi NIC
Aktivitas keperawatan (Wilkinson, 2016, hal. 298)
  1. Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama untuk mengumpulkan informasi pengkajian.
  2. Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan pada skala 0-10(0=tidak ada nyeri atau ketidaknyamanan, 10=nyeri hebat).
  3. Gunakan bagan alir nyeri untuk memantau peredaan nyeri oleh analgesik dan kemungkinan efek sampingnya.
  4. Kaji dampak agama , budaya, kepercayaan, dan lingkungan terhadap nyeri dan respons pasien.
  5. Manajemen nyeri(NIC)
Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik,awitan dan durasi, frekuensi, kualitas,itensitas atau keparhan nyeri, faktor presipitasinya.
Observasi isyarat non verbal ketidaknyamanan khususnya pada mereka yang tidak mampu berkomunikasi efektif.
Penyuluhan untuk pasien  atau keluarga (Wilkinson, 2016, hal. 298)
  1. Sertakan dalam intruksi pemulangan pasien obat khusus yang harus diminum, frekuensi pemberian, kemungkinan efek samping, kemungkinan interaksi obat, kewaspadaan khusus saat mengomsumsi obat tersebut.
  2. Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika peredaan nyeri tidak dapat dicapai.
  3. Informasikan pada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatan nyeri dan tawarkan strategi koping yang disarankan.
  4. Perbaiki kesalahan analgesik narkotik atau opioid.
  5. Manajemen nyeri ( NIC ) Berikan informasi tentang nyeri, penyebabnya, juga antipasinya.
  6. Ajarkan penggunaan tehnik nonfarmakologi.
Aktivitas kolaboratif (Wilkinson, 2016, hal. 298)
  1. Kelola nyeri pascabedah awal dengan pemberian opiat yang terjadwal.
  2. Manajemen nyeri NIC
Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi lebih berat.
Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika keluhan saat ini merupakan perubahan yang bermakna dan pengalaman nyeri pasien dimasa lalu.
Aktivitas lain. (Wilkinson, 2016, hal. 298)
  1. Sesuaikan frekuensi dosis sesuai indikasi melalui pengkajian nyeri dan efek samping.
  2. Bantu pasien mengidentifikasikan tindakan kenyamanan yang efektif.
  3. Hadir didekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman.
  4. Bantu pasien untuk fokus ke aktivitas bukan pada nyeri
  5. Gunakan pendekatan yang positif.
  6. Eksplorasi perasaan takut ketagihan.









DAFTAR PUSTAKA

Kunoli, F. J. (2012). Asuhan Keperawatan Penyakit Tropis. Jakarta Timur: Trans Info Media.
Manurung, N. (2016). Aplikasi Asuhan Keperawatan Sistem Respiratory. Jakarta: Trans Info Media.
Marni. (2014). Asuhan Keperawatan pada Anak Sakit. Yogyakarta: Gosyen.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Medis dan Nanda Nic – Noc. Jogjakarta: Mediaction.
SDKI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat.
Wahid, A. (2013). Asuhan Keperawatan pada Gangguan Sistem Respirasi. Jakarta Timur: Trans Info Media.
Wijayaningsih, K. S. (2013). Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta Timur: Trans Info Media.
Wilkinson, J. (2016). Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

No comments:

Post a Comment