, JAKARTA - Petugas dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di satu tempat tinggal yang berada di Surabaya, Jawa Timur, pada hari Senin tanggal 14 April tahun 2025.
Penyitaan itu berhubungan dengan dugaan suap dalam manajemen dana hibah untuk kelompok masyarakat (Pokmas) yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Propinsi Jawa Timur periode tahun 2019 sampai 2022.
Saat ini, KPK sedang mempertimbangkan untuk mendengar keterangan dari mantan Ketua DPD La Nyalla Mahmud Mattalitti sebagai saksi dalam perkara suap dana hibah Pokmas setelah melakukan penggeledahan di kediamannya pada hari Senin (14/4/2025).
"Pemanggilan saksi pastinya merupakan wewenang penyidik. Apabila penyidik merasa perlu mengklarifikasi individu atau pihak tertentu, maka proses pemanggilan akan dijalankan," ujar Tessa Mahardhika Sugiarto, juru bicara KPK, pada hari Selasa (15/4/2025), seperti yang tercantum dalam pernyataannya.
Juru bicara dengan latar belakang sebagai penyidik tersebut menyerahkan masalah penanganan kasus dana hibah Jatim kepada tim penyidik untuk membahas rencana pemeberian panggilan kepada La Nyala.
"Tidak dapat menjamin apakah saudara LN [La Nyalla] ini akan diundang atau tidak, mari kita lihat saja," kata Tessa.
KPK melakukan penggeledahan di tempat tinggal La Nyalla yang berada di daerah Mulyorejo, Surabaya, Jawa Timur pada hari Senin, tanggal 14 April 2025.
Tessa belum dapat menyampaikan detail terbaru tentang barang bukti yang telah dirampas oleh petugas penyidik sebab serangkaian pencarian di lokasi lain masih berjalan.
"Mari kita menunggu setelah semuanya telah terselesaikan," kata Tessa.
Pada saat yang sama, La Nyalla menyatakan bahwa pemeriksa KPK tidak menemukan adanya bukti fisik apapun di kediamannya berkaitan dengan perkara dana hibah Jawa Timur.
Dia merasa kebingungan saat menyatakan dirinya tidak memiliki hubungan apa pun dengan kasus yang diteliti itu.
"Pada akhirnya dalam surat berisi laporan hasil pencarian disebutkan secara tegas bahwa tidak ada benda atau uang atau dokumen yang berkaitan dengan investigasi," ungkap La Nyalla lewat rilis persnya pada hari Senin (14/4/2025).
KPK sudah menghalangi 21 individu untuk melakukan perjalanan keluar negeri terkait kasus diduga penyuapan manajemen dana hibah bagi pokmas dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Propinsi Jawa Timur periode antara tahun 2019 sampai dengan 2022.
21 individu yang dilarang tersebut memiliki status sebagai tersangka.
"Tepat [terduga]," ujar seorang pejabat penegak hukum yang mengenal rincian kasus tersebut kepada Tribunnews, Rabu (31/7/2024).
Berikut adalah daftar 21 individu yang dilarang melakukan perjalanan internasional dan kini menjadi orang-orangan yang dipertimbangkan sebagai tersangka:
1. Achmad Iskandar (deputi pimpinan DPRD)
2. Ahmad Heriyadi (swasta)
3. Mahhud (anggota DPRD)
4. Achmad Yahya M. (pembimbing)
5. R. A. Wahid Ruslan (swasta)
6. Anwar Sadad (deputi ketua DPRD)
7. Jodi Pradana Putra (independen)
8. Hasanuddin (swasta)
9. Ahmad Jailani (swasta)
10. Mashudi (swasta)
11. Bagus Wahyuddyono (anggota staf Sekretariat Dewan)
12. Kusnadi (ketua DPRD)
13. Sukar (kepala desa)
14. A. Royan (swasta)
15. Wawan Kristiawan (swasta)
16. Fauzan Adima (deputi wakil ketua DPRD Sampang)
17. Ahmad Affandy (swasta)
18. M. Fathullah (swasta)
19. Abd. Mottolib (independen/ Ketua DPC Gerindra Sampang)
20. Jon Junadi (deputi wakil ketua DPRD Probolinggo)
21. Moch. Mahrus (treasurer of Gerindra Party Probolinggo branch)
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengungkap modus rasuah ini dilakukan lewat penggunaan dana hibah dalam bentuk pekerjaan-pekerjaan, salah satunya untuk pembangunan jalan. Nilai proyeknya di bawah Rp200 juta demi menghindari lelang.
"Total nilainya mencapai triliunan rupiah bagi sekitar 120 anggota DPRD Jawa Timur dan setiap orang mendapat bagiannya. Dana tersebut ditujukan untuk program unggulan di wilayah mereka masing-masing. Memang, fokus dari alokasi dana hibah ini banyak terpusat di Madura," jelasnya saat itu pada tanggal 3 Oktober 2024.
0 Komentar