CARI

Saturday, February 23, 2019

ASKEP/ASUHAN KEPERAWATAN APENDIKSITIS


A. PENGERTIAN
Appendicitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. • Definisi lain Apendisitis merupakan peradangan pada appendiks, sebuah kantung buntu yang berhubungan dengan bagian akhir secum yang umumnya disebabkan oleh obstruksi pada lumen appendiks (Luxner, 2005) • Williams dan Wilkins (dalam Indri, et al, 2014) menyatakan apendisitis merupakan peradangan pada Apendiks yang berbahaya jika tidak ditangani dengan segera di mana terjadi infeksi berat yang bisa menyebabkan pecahnya lumen usus.
Appendiksitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
Appendiksitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007). Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu/apendiks (Anonim, Apendisitis, 2007).
B. Klasifikasi
1.      Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari apendiks. Penyebab obstruksi dapat berupa :
a.       Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
b.      Fekalit
c.       Benda asing
d.      Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding apendiks. Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.
2.      Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
3.      Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah apendektomi. Kriteria  mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen.
4.      Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa secara patologik. Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering penderita datang dalam serangan akut.
5.      Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas. Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi.
6.      Tumor Apendiks
Adenokarsinoma apendiks. Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi regional, dianjurkan  hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi.
7.      Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan
C.  ETIOLOGI
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor prediposisi yaitu:
1.      Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena:
a.       Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b.      Adanya faekolit dalam lumen appendiks
c.       Adanya benda asing seperti biji-bijian
d.      Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2.    Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
3.    Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
4.    Tergantung pada bentuk apendiks:
a.       Appendik yang terlalu panjang
b.      Massa appendiks yang pendek
c.       Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
d.      Kelainan katup di pangkal appendiks
(Nuzulul, 2009)
D. Patofisilogi
Appendicitis terjadi karena penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersumbat makin banyak, namunelastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan piningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi appendicitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.Bila sekresi mucus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan
mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di darah kanan bawah. Keadaan ini disebut appendicitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding appendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan appendicitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh ini pecah, akan terjadi appendicitis perforasi.Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu masa lokal yangdisebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, Arif, 2000).
E. Penatalaksanaan
Menurut Brunner & Suddarth (2000) penatalaksanaan Appendicitis adalah sebagai berikut:
1.      Pembedahan diidikasikan jika terdiagnosa appendicitis; lakukan apendiktomi secepat mungkin untuk mengurangi resiko perforasi. Metode insisi abdominal bawah di bawah anestesi umum atau spinal; laparoskopi.
2.      Berikan antibiotic dan cairan IV sampai pembedahan dilakukan.
3.      Analgetik dapat diberikan setelah diagnose di tegakkan.
F.  Pemeriksaan Penunjang
Menurut Pierce A Grace & Neil R Borley (2006)pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah :1)Ultrasonografi untuk massa apendiks2)Laparoskopi biasanya digunakan untuk menyingkirkan kelainan ovarium sebelum dilakukan apendiktomi pada wanita muda3)Diagnosis berdasarkan klinis, namun sek darah putih (hampir selalu leukositosis)4)CT scan (heliks) pada pasien usia lanjut atau dimana penyebab lain masih mungkin.
G.  Diagnosa Keperawatan
Diagnosakeperawatan dan intervensi yang muncul pada klien denga post op apendiktomi (Nanda, 2012) meliputi :
1.      Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal oleh inflamasi.
2.      Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh.
3.      Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun, mual dan muntah.d.Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan.
H.  DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGCDoenges, E. M, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan (Terjemahan), Edisi 3, Jakarta: EGC.Grace,Pierce A & Borley Neil R. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Surabaya: ErlanggaHerdman, T Heather (ed). 2011. NANDA Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGCMansjoer, Arif (ed). 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta. Media AesculapiusReeves, Charlene J. et al. 2011. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta. Salemba MedikaReksoprodjo, Soelarto (ed). Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Tangerang: Binapura AksaraSjamsuhidajat & de jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta: EGCSjamsuhidajat, R & Wim, de Jong (ed). 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGCSmeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G.2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGCSmeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G.2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGCWilliams & Wilkins. 2012. Kapita Selekta Penyakit. Jakarta: EGCDepkes RI.2008.Kasus Appendicitis di Indonesia.diakses dari : http://www.artikelkedokteran.com/arsip/kasus-apendisitis-di-indonesia-pada-tahun-2008.htmlhttp://darkcurez.blogspot.com/2011/01/makalah-apendisitis.htmlLubis. A. Angka Kejadian Appendicitis. diakses dari: http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/136/jtptunimus-gdl-trimuflikh-6753-1-babi.pdfpada tanggal 2 November 2012Stacrose.2009.Angka Kejadian Appendicitis.diakses dari: http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/136/jtptunimus-gdl-trimuflikh-6753-1-babi.pdfpada tanggal 2 November 2012Ummualya. 2008. Angka Kejadian Appendisitis. diakses dari : http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/136/jtptunimus-gdl-trimuflikh-6753-1-babi.pdfpada tanggal 2 November 2012

No comments:

Post a Comment