CARI

Saturday, February 23, 2019

ASKEP/ASUHAN KEPERAWATAN ASMA


A.        PENGERTIAN
Asma merupakan penyakit pada jalan napas yang tidak dapat pulih yang tejadi karena spasme bronchus yang disebabkan oleh berbagai penyabab.(Hudak & Gallo, 1997)
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermitten, reversibel dimana trakea dan bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu (Smeltzer, Suzzane C, 2002).
Asma adalah penyakit inflamasi obstruktif yang ditandai oleh periode episodik spasme otot-otot polos dalam dinding saluran udara bronkhial (spasme bronkus). Spasme brokus ini menyempitkan jalan napas, sehingga membuat pernapasan menjadi sulit dan menimbulkan bunyi mengi.terdapat 2 tipe utama asma, asma ektrinsik dan asma intrinsik. (Niluh dan Christantie,2004).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma dimanifestasikan dengan penyempitan jalan nafas yang mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi (Smeltzer,C.Suzanne, 2002).
Asma adalah adanya gangguan pada selaput bronkus yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan pernafasan (Murwani, 2011).Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronchial dengan ciri bronkospasme periodic (kontraksi spasme pada saluran nafas). Asma merupakan saluran komplek yang dapat diakibatkan oleh factor biokimia, endokrin, infeksi otonomik dan psikologi (Somantri, 2008). Asma merupakan bentuk inflamasi kronis yang terjadi pada saluran jalan nafas dengan memperlihatkan berbagai inflamasi sel dengan gejala hiperaktivitas bronkus dalam berbagai tingkatan, obstruksi jalan nafas, dan gejala pernafasan yang lain (mengi dan sesak) (Mansjoer, 2001).

B.        ETIOLOGI
Etiologi asma dibagi atas :
1.      asma ekstrinsik/alergen
Asma yang disebabkan oleh alergen yang diketahui masanya sudah terdapat semenjak anak-anak seperti alergi terhadap protein, serbuk sari, bulu halus, binatang dan debu.
2.      asma intrinsik/idiopatik
Asma yang tidak ditemukan faktor pencetus yang jelas, tetapi adanya faktor-faktor nonspesifik seperti; flu, latihan fisik atau emosi sering memicu serangan asma. Asma ini sering muncul/timbul sesudah usia 40 tahun setelah menderita infeksi sinus/cabang trakeobronchial.
3.      asma campuran
Asma yang terjasi/timbul karena adanya komponen ekstrinsik/intrinsik.
Penyebab dari asma bronchiale dapat meliputi infeksi virus/bakteri, imunologik/alergik, dan imunologik. Sedangkan faktor pencetus dari asma bonchiale meliputi :
1.      Alergen utama : debu rumah, spora jamur dan tepung sari rerumputan
2.      Iritan seperti asap, bau-bauan, dan polutan
3.      Infeksi saluran nafas terutama yang disebabkan oleh virus
4.      Perubahan cuaca yang ekstrim
5.      Kegiatan jasmani yang berlebihan
6.      Lingkungan kerja
7.      Obat-obatan
8.      Emosi
9.      Lain-lain seperti refluks gastro esophagus

C.   MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis menurut Smeltzer (2002) adalah :Tiga gejala umum asma adalah batuk , dispnea , dan mengi. Pada beberapa keadaan, batuk mungkin merupakan satu-satunya gejala. Serangan asma sering kali terjadi pada saat malam hari. Penyebabnya tidak dimengerti dan jelas, tetapi mungkin berhubungan dengan variasi sirkandian, yang mempengaruhi ambang reseptor jalan nafas.Menurut Mansjoer (2001) manifestasi klinis asma bronkhial yaitu :
Bising mengi (wheezing) yang dapat didengar dengan atau tanpa menggunakan stetoskop.
1.      Batuk produktif, sering pada malam hari.
2.      Nafas atau dada seperti tertekan.
Menurut Somantri ( 2008 ),gambaran klinis pasien penderita asma yaitu:a
Gambaran Objektif :
1.      Sesak nafas parah dengan ekspirasi memanjang disertai wheezing.
2.      Dapat disertai batuk dengan spuntum kental dan sulit dikeluarkan.
3.      Bernafas dengan menggunakan otot-otot nafas tambahan.
4.      Sianosis,takikardi,gelisah dan pulsus paradokus
5.      Fase ekspirasi memanjang disertai wheezing(diapeks dan hilus)
Gambaran subjektif yang dapat ditangkap perawat adalah pasien mengeluhkan sukar bernafas, sesak dan anoreksia.
Gambarab Psikososial yang diketahui perawat adalah cemas, takut, mudah tersinggung, dan kurangnya pengetahuan pasien terhadap situasi penyakit.
Tanda gejala yang lain, yaitu:
1.      Wheezing
2.      Dyspnea dengan lama ekspirasi; penggunaan otot otot asesori pernapasan, cuping hidung, retraksi dada, dan stridor
3.      Batuk kering (tidak produktif) karena sekret kental dan lumen jalan napas sempit
4.      Tachypnea, tachycardia, orthopnea
5.      Gelisan
6.      Berbicara sulit atau pendek karena jalan napas sempit
7.      Diaphorosis
8.      Nyeri abdomen karena terlibatnya otot-otot abdomen dalam bernapas
9.      Fatigue
10.  Tidak toleran terhadap aktivitas; makan, bermain, berjalan bahkan berbicara
11.  Kecemasan, labil, dan perubahan tingkat kesadaran
Gambaran klinis yang muncul pada penderita asma, antara lain :
1.      Sesak napas
2.      Batuk
3.      Suara bernapas wheezing
4.      Pucat
5.      Lemah

D.   PATOFISIOLOGI
1.      Asma bronchiale tipe atopik (ekstrinsik)
Asma timbul karena seseorang yang atopik (alergik) akibat pemaparan allergen. Alergen yang masuk tubih melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag dan selanjutnya akan merangsang pembentukan IgE.
IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basifil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua sel tersebut pada permukaannya memiliki reseptor untuk IgE. Sel eosinofil ,makrofag dan trombosit juga memiliki resepotor untuk IgE tetapi dengan afinitas yang lemah. Orangyang sudah memiliki sel-sel mastosit dan basofil dengan IgE pada permukaan tersebut belumlah menunjukkan gejala.Orang tersebut sudah dianggap desentisasi atau baru menjadi rentan.
Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan allergen yang sama ,allergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan mastofit dan basofil.Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel .Dalam proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang sudah terkandung dalam granul-granul(preformed ) di dalam sitoplasma yang mempunyai sifat biologic,yaitu histamin, Eosinofil Chemotactic Factor A(ECF-A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF), trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator tersebut ialah obstruksi oleh histamin.
Hiperaktifitas bronkus yaitu brokus yang mudah sekali mengkerut ( konstriksi) bila terpapar dengan bahan/ faktor dengan kadar yang rendah yang pada kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apa-apa, misalnya polusi, asap rokok/ dapur, bau-bauan yang tajam dan lainnya baik yang berupa iritan maupun bukan iritan. Dewasa ini telah diketahui bahwa hiperaktifitas bronkus disebabakan oleh inflamasi brponkus yang kronik. Sel-sel inflamasi terutama eosinofil ditemukan dalam jumlah besar dalam cairan bilaas bronkus pasien asma bronchiale sebagai bronchitis kronik eosinofilik. Hiperreaktifitas berhubungan dengan derajat berat penyakit.
Berdasarkan hal tersebut diatas penyakit asma dianggap secara klinik sebagai penyakit bronkospasme yang reversible, secara patofisiologik sebagai suatu hiperreaksi bronkus dan secara patologik sebagai suatu peradangan saluran nafas.
Bronkus pada pasien asma oedema di mukosa dan dindingnya ,infiltrasi sel radang terutama eosinofil serta terlepasnya sel silia yang menyebabkan getaran silia dan mukus diatasnya sehingga salah satu daya pertahanan saluran nafas menjadi tidak berfungsi lagi . Ditemukan pula pada pasien asma bronchiale adanya penyumbatan saluran nafas oleh mukus terutama pada cabang-cabang bronkus.
Akibat dari bronkospasme, oedema mukosa dan dinding bronkus serta hipersekresi mukus maka terjadi penyempitan bronkus dan percabangannya sehingga akan menimbulkan rasa sesak ,nafas berbunyi (wheezing) dan batuk yang produktif.
Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu keadaan stress yang akan merangsang HPA axis.HPA axis yang terangsang akan meningkatkan adeno corticotropik hormone (ACTH) dan kadar kortisol dalam darah akan mensupresi immunoglobin A (IgA) . Penurunan IgA menyebabkan kemampuan untuk melisis sel radang menurun yang direspon tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi pada bronkus sehingga menimbulkan asma bronkiale.
2.      Asma bronchiale tipe non atopik (intrisik)
Asma non alergik (asma intrinsik ) terjadi bukan karena pemaparan allergen tetapi terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti infeksi saluran nafas atas ,olah raga atau kegiatan jasmani yang berat ,serta tekanan jiwa atau stress psikologik. Serangan asma terjadi akibat ganguan saraf otonom terutama gangguan saraf simpatis yaitu blockade adrenergic beta dan hiperreaktifitas adrenergik alfa. Pada sebagian penderita asma aktifitas adrenergic alfa diduga meningkat yang mengakibatkan bronkokonstriksi sehingga menimbulkan sesak nafas.
3.      Asma bronchiale campuran (mixed)
Pada tipe ini keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik maupun ekstrinsik
Secara singkat patofisilogi asma bronchiale sampai menimbulkan masalah keperawatan dapat digambarkan sebagai berikut
Dari pohon masalah diatas masalah keperawatan yang mungkin muncul :
1.      Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d produksi mukus yang meningkat
2.      Pola nafas tidak efektif b/d bronkospasme
3.      Kerusakan pertukaran gas b/d ketidaksamaan ventilasi dan perfusi
4.      Cemas b/d ancaman kematian
5.      Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik
6.      Gangguan istirahat dan tidur b/d sesak nafas
7.      Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d sesak nafas
8.      Kurang pengetahuan b/d kurang informasi
9.      Resiko tinggi infeksi b/d produksi mukus yang meningkat

E.   KLASIFIKASI
Berdasarkan epidosik serangan asma, dapat dibedakan :
1.      Asma episodik yang jarang
Biasanya terdapat pada anak usia 3-6 tahun, serangan umumnya dicetuskan oleh infeksi virus pada saluran napas. Frekuensi serangan 3-4 x/hari. Lamanya serangan beberapa hari dan langsung menjadi sembuh. Gejala menonjol pada malam hari dapat berlangsung 3-4 hari, sedangkan batuk 10-14 hari, serangan tidak ditemukan kelainan.
2.       Asma episodik sedang
2/3 golongan ini serangan pertama timbul pada usia sebulan samapi 3 tahun, serangan berhubungan dengan infeksi saluran napas akut. Pada usia 5-6 tahun dapat terjadi serangan tanpa infeksi yang jelas.
3.      Asma kronik/resisten
Serangan pertama terjadi pada usia 6 bulan (25%), sebelum usia 3 tahun (75%), pada 2 tahun pertama (50%) biasanya serangan episodik pada usia 5-6 tahun akan lebih jelas terjadi obstruksi jalan napas yang persisten dan hampir selalu terdapat wheezing setiap hari. Pada malam hari sering terganggu oleh batuk/wheezing dan waktu serangan yang berat dan sering memerlukan perawatan rumah sakit.
Berdasarkan berat penyakit :
1.      Tahap I : intermitten
Penampilan klinik sebelum mendapat pengobatan :
a.       gejala intermitten < 1 kali dalam seminggu
b.      gejala eksaserbasi singkat (mulai beberapa jam sampai beberapa hari)
c.       gejala serangan asma malam hari < 2 kali dalam sebulan
d.      asimptomastis dan nilai fungsi paru normal diantara perioda eksaserbasi
e.       PEF atau FEV1 : ≥ 80% prediksi Variabilitas < 20%
f.       pemakaian obat untuk mempertahankan kontrol :Obat untuk mengurangi gejala intermitten dipakai hanya kapan perlu inhalasi jangka pendek β2 agpnis
g.      intensitas pengobatan tergantung pada derajat eksaserbasi kortikosteroid oral mungkin dibutuhkan.
2.      Tahap II : persisten ringan
Penampilan klinik sebelum mendapat pengobatan
a.       gejala ≥ 1 kali seminggu tapi < 1 kali sehari
b.      gejala eksaserbasi dapat mengganggu aktivitas tidur
c.       gejala serangan asma malam hari > 2 kali dalam sebulan
d.      PEF atau FEV1 : > 80 % dari prediksi Variabilitas 20 – 30 %
e.       pemakaian obat harian untuk mempertahankan kontrol :Obat-obatan pengontrol serangan harian mungkin perlu bronkodilator jangka panjang ditambah dengan obat-obatan antiinflamasi (terutama untuk serangan asma malam hari).
3.      Tahap III : persisten sedang
Penampilan klinik sebelum mendapat pengobatan
a.       gejala harian
b.      gejala eksaserbasi menggangu aktivitas dan tidur
c.       gejala serangan asma malam hari > 1 kali seminggu
d.      pemakaian inhalasi jangka pendek β2 agonis setiap hari
e.       PEV atau FEV 1 : > 60-80 % dari prediksi Variabilitas > 30%
f.       pemakaian obat-obatan harian untuk mempertahankan kontrol : obat-obatan pengontrol serangan harian inhalasi kortikosteroid bronkodilator jangka panjang ( terutama untuk serangan asma malam hari).
4.      Tahap IV : persisten berat
Penampilan klinik sebelum mendapat pengobatan
a.       gejala terus menerus
b.      gejala eksaserbasi sering
c.       gejala serangan asma malam hari sering
d.      aktivitas fisik sangat terbatas oleh asma
e.       PEV atau FEV1 : ≤ 60 % dari prediksi Variabilitas > 30 %

F.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Pemeriksaan fisik
2.      Sinar X (rontgen) : terlihat adanya hiperinflasi paru-paru diafragma mendatar.
3.      Tes fungsi paru
4.      GDA
5.      Pemeriksaan laboratorium
G.  KOMPLIKASI
1.      Pneumothorak
2.      Emfisema
3.      Atelektasis
4.      Aspirasi
5.      Kegagalan jantung / gangguang irama jantung
6.      Asidosis

H.  Penatalaksanaan Farmakologi Dan Non Farmakologi
1.      Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
2.      Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.
3.      Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
4.      Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak. Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
5.      Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari keuntunganya dapat diberikan secara oral.
6.      Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat bronkodilator.

Diagnosa keperawatan


1.      Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d produksi mukus yang meningkat
2.      Pola nafas tidak efektif b/d bronkospasme
3.      Kerusakan pertukaran gas b/d ketidaksamaan ventilasi dan perfusi
4.      Cemas b/d ancaman kematian
5.      Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik
6.      Gangguan istirahat dan tidur b/d sesak nafas
7.      Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d sesak nafas
8.      Kurang pengetahuan b/d kurang informasi
9.      Resiko tinggi infeksi b/d produksi mukus yang meningkat

DAFTAR PUSTAKA
Dongoes, M.E, 2008, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian. EGC . JakartaFrancis Caia. 2011 . Respiratory Care. Diterjemahkan oleh Tini Stella. Jakarta : ErlanggaRingel Edward . 2012 . Kedokteran Paru. Jakarta : IndeksRiyadi Sujono . 2011 . Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Pustaka PelajarSaputra Lyndon . 2010 . Intisari Ilmu Penyakit Dalam. Tangerang : Binarupa AksaraSmeltzer C. Suzane . 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGCSoemantri Irman . 2008 . Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan GangguanSistem Pernafasan. Jakarta : Salemba MedikaWilkinson M dan Ahern A N. 2012 .Buku Saku Diagnosa Keperawatan NandaNic Noc. Dialih Bahasakan Oleh Wahyuningsih E dan Widiarti D. Jakarta : EGCPatricia A, Potter, Anne Griffin Perry ; Alih bahasa, Yasmin Asih. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 4. Jakarta : EGC

No comments:

Post a Comment